Minggu, 20 Januari 2008

BeLajaR maTeMatikA di BuLaN rAmadHaN

MATEMATIKA. Berbicara tentang matematika, tepatnya pendidikan matematika, membuat gregetan. Betapa tidak. Capaian prestasi pendidikan matematika —SD-SMTA— sungguh tak elok. Selidik punya selidik, … nya banyak yang payah atau parah. Buktinya? Capaian pengajaran matematika anjlok.

Bak menakar ‘benci’ ketika, misalnya, berbagai keluhan matematika jeblok, tidak ada usaha serius signifikan yang dilakukan lembaga terkait mana pun. Tiap tahun anjlok, ditanggapi biazza-biazza sazzza. Coba selidiki formula apa yang dilahirkan pengajarnya (guru), juga dari LPTK, atau matematikan. Muaranya satu: keluhan dan pengeluhan.

Banyak pelajar bingung di sekolah, bertanya pada orang tua, tidak paham. Jadilah pendidikan matematika bak pembingungan massal. Berjalan sebagaimana biasanya dan yang benar-benar paham barangkali segelintir ‘warga matematika’.

Lebih celaka, mudah-mudahan tidak, karena diujikan pada UN, e … hasilnya bagus-bagus? Konon, ada yang menenggarai sukses besar pelajaran matematika di UN justru karena guru ikut menjawab soal untuk siswa. Kalau yang belakangan saya tidak usah membahasnya, itu pekerjaaan setan. Ih … mana tahu … siapa saja yang menjawabkan soal-soal UN untuk siswa, apakah Matematika, Bahasa Ingris, atau Bahasa Indonesia, adalah orang pertama masuk neraka. Menitipkan perilaku curang, koupsi, dalam dunia pendidikan. Dosa ‘besar’ yang sulit diampuni Allah SWT. Semoga kita terhindar dari hal-hal sedemikian (hayo … lagu siapa?).

Akan halnya saya, pendidikan formal tidak bertautan dengan matematika secara lengket. Saya sekolah di PGAN kemudian masuk IKIP. Karena satu kebutuhan belajar setelah sarjana muda. Saya beli buku Matematika jilid IX mulai dari diagram Venn. Menurut saya asyik belajar matematika.

Ketika kuliah S2 baru belajar agak serius untuk berbagai keperluan. Lalu, mengajar mata kuliah Logika dan Metode Peneltian di PT yang ada bau-bau matematikanya. Ketika aktif berselancar di dunia maya, menemukan web yang membahas matematika dengan cara ‘jalan yang benar’ lebih giat baca-baca. Selama ini, apakah Doktor Matematika yang bicara, tidak membuat tertarik. Terlalu ‘ilmiah’ keterangannya. Semakin sulit dimengerti semakin ilmiah kali ya … he … he …

Hal lain yang juga memicu, ketika anak saya kelas 5 SD dia mencapai juara 3 tingkat provinsi (IPA). Saya semakin kepincut. Apalagi ketika pakar matematika Islam Fahmi Idris dari UIN Jakarta menghadiahkan kepada seorang kawan sekeping CD Flying Book. Wuaw apa saja, terutama kekuasaan Allah dan ciptaannya, bacaan sholat dan pola amalan, disajikan dengan angka-angka yang saling bertautan. Matematika itu menarik tergantung siapa yang menyajikan.

Perhatikan kutipan sampul belakang buku Matematikan untuk Kelas IV SD/MI berikut: Kamu mempunyai 5 kelereng dalam kantong. Kamu membagikan kelereng tersebut kepada 5 orang. Setiap orang mendapat sebuah kelereng. Bagaimana caramu membagi sehingga masih ada satu kelereng di dalam kantong? Mungkinkah?

Pertanyaan kedua: Seorang ibu mempunyai 5 orang anak. Setengah dari jumlah anak adalah laki-laki. Mungkinkah?

Jawabannya gampang (dan terkesan konyol): Sediakan 5 kelereng dalam satu kantong. Ajaklah 5 temanmu. Mintalah 4 temanmu mengambil masing-masing sebutir sebutir kelereng. Sekarang di dalam kantong masih ada 1 kelereng. Berikan kantong yang berisi 1 kelereng tersebut kepada temanmu yang ke-5. Mudah, kan?

Jawaban pertanyaan kedua: Mudah sekali, karena anak ibu tersebut laki-laki semua. Kalau semua anak itu laki-laki, mau setengahnya, sepertiganya, atau seeperempatnya, tetap saja laki-laki. Ya, kan?

Pernah dengar nama Shri Dattathreya Ramachandra Kaprekar? Itu tu matematikan dari negeri Syahruk Khan yang berjaya dengan Operasi Kaprekarnya. Coba: pilihlah suatu digit empat bilangan yang terdiri atas beberapa angka berbeda. Misal seorang siswa lahir tahun 1996. Urutkan angka tersebut dari yang terbesar sampai terkecil, 9.961.

Sebaliknya, 1.699. Kurangi bilangan kedua terhadap pertama sehingga diperoleh angka 9.961-1.699 = 8.262. Hasil pengurang diperlakukan sama seperti bilangan sebelumnya sehingga didapat perhitungan:

9.961 - 1.699 = 8.262
8.622 - 2.268 = 6.354
6.543 - 3.456 = 3.087
8.730 - 0.378 = 8.353
8.532 - 2.358 = 6.174
7.641 - 1.467 = 6.174

Setelah didapat bilangan 6.174 maka hasilnya selalu 6.174. Itulah matematika, sebuah ilmu yang penuh misteri dan keajaiban. Anehnya lagi, hasil penggurangan itu jika angka-angkanya dijumlahkan hasilnya selalu 9. Mari kita lihat:

8.262 — 8+2+6+2 = 18 — 1+8=9
6.354 — 6+3+5+4 = 18 — 1+8=9

Bagaimana ekplanasinya, mana saya tahu. Itu terserahlah pada guru-guru matematika internet saya yang menyebarkan visrusnya sehingga tertarik belajar. Minimal, tidak malu lagi kalau anak-anak bertanya dan mampu menjawab berbagai hal.

Yoha, matematika itu sungguh menarik. Kenapa jadi momok? Ada pepatah: The man behind the gun. Yah, kalau hal sangat menarik dan menyenangkan menjadi momok manakala diajarkan, siapa yang salah?

MeNgajaRkan MaTematiKa pAda BaLiTa

Sering kita mendengar ucapan, “Anak saya yang usia pra sekolah sudah bisa menghitung dengan cepat, lo.” Ucapan bernada bangga tersebut menggambarkan kemampuan anak balita dalam urusan hitung menghitung. Tetapi, apakah di balik nada bangga tersebut berarti anak sudah mengerti matematika?

Sesungguhnya, anak usia pra sekolah masih susah menyusun kata-kata. Jadi, meskipun anak tidak dapat belajar matematika “betulan”, mereka bisa saja belajar menghitung, karena menghitung hanyalah merupakan salah satu aspek dari matematika.

Anak mulai belajar menghitung dengan caranya sendiri, sesuai dengan pertumbuhan dan belajar dari apa yang dialami setiap hari. Mulai dari panjang, jumlah, waktu, suhu, uang, dan lainnya. Melalui kegiatan yang menggunakan tangan, anak mengembangkan pengertiannya tentang matematika, dan kita sebagai orang dewasa harus peka serta mengenali permainan-permainan mereka. Misalnya menyortir dan menempatkan benda-benda sesuai dengan urutannya. Semua ini merupakan permainan yang memperkenalkan anak pada matematika.

ANEKA CARA

Berikut ini beberapa kesempatan dari kegiatan sehari-hari bagi anak untuk mulai mengenal angka-angka:

* Seputar dirinya

Anak memiliki perasaan bangga bila dapat menyebutkan berapa usianya, nomor telepon rumah, atau nomor rumahnya.< Ia ingin mengetahui berapa tinggi serta berat badannya. Pada saat menempatkan anak di atas timbangan, hal ini juga memberi kesempatan padanya untuk belajar mengenal kilogram (untuk berat badan) serta sentimeter (untuk tinggi badan). Juga belajar mengenai lawan kata, seperti berat lawannya ringan serta tinggi lawannya pendek.

Anak juga bisa belajar mengenai ukuran bajunya dan jadi tahu, apakah baju ukuran tertentu pas untuknya atau tidak. Saat di toko baju, misalnya, ia akan berujar dengan lantangnya, “Wah, kalau S (small) aku enggak cukup. Harusnya yang M (medium).”

Saat bersiap hendak masak, libatkan si kecil. Kenalkan padanya tentang ukuran, pembagian, perkiraan waktu, dan lainnya. Minta ia membantu menaburkan tepung ke dalam mangkuk sambil menghitung berapa sendok tepung yang harus dituang. Secara tak langsung, anak sudah mulai mengenal cara menakar. Dan untuk suhu, Anda dapat mengingatkannya, dia harus berhati-hati dengan makanan ataupun minuman yang panas. Minuman ataupun makanan yang terlalu panas jangan dipegang ataupun diminum dan dimakan.

* Mengelola uang

Anak dapat menghitung, menyimpan, memilah,dan membelanjakan uang (tentu saja di bawah pengawasan Anda). Cara yang paling cepat dan mudah dicerna oleh anak untuk mengenali nilai uang adalah dengan membawa serta mereka berbelanja. Entah itu memilih makanan kesukaannya, berapa harganya, dan seberapa banyak ia dapat menghemat jika harga makanan favoritnya sedang didiskon.

* Di sekitar rumah

Perbaikan alat-alat rumah tangga memberikan kesempatan yang bagus sekali pada anak-anak untuk mempraktekkan keterampilan matematika. Minta anak memperhatikan saat Anda mengukur daun pintu/jendela rumah atau menggantungkan foto keluarga di dinding ruang makan. Anak-anak dapat membantu membuatkan lis foto. Kegiatan sehari-hari seperti menyetel temperatur AC atau menyiapkan meja makan, merupakan kesempatan bagi anak-anak untuk menghitung dan belajar mengenali angka-angka.

* Bermain

Si kecil belajar mengenal angka melalui permainan-permainan seperti ular tangga, monopoli, atau halma. Anak-anak juga dapat belajar mengenal angka-angka melalui jam atau menghitung jarak pada saat bermain lempar-lemparan bola. Dukung anak untuk melakukan kegiatan atau olah raga bersama tetangga. Jangan lupa memperkenalkan dan membiasakan anak bermain puzzle dan balok, karena kedua permainan ini melibatkan pembelajaran angka-angka.

* Bepergian

Bahkan perjalanan yang pendek pun dapat memberikan pengalaman pada anak-anak dengan matematika. Minta anak menandai kilometer kendaraan sebelum berangkat dan catat pada kilometer berapa saat tiba di tujuan. Dengan begitu anak akan mengerti, seberapa jauh jarak yang ditempuh. Selain itu, minta ia memperhatikan rambu batas kecepatan kendaraan serta memperkirakan jam berapa akan sampai di tujuan.

GAYA BELAJAR
Setiap anak memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Biasanya gaya-gaya tersebut biasanya bawaan lahir atau diturunkan oleh orangtuanya. Bayi yang baru lahir dipenuhi dengan penglihatan, suara, dan kepekaan. Pendengaran, penglihatan, serta rangsangan sentuhan diterima dengan penerimaan yang sangat peka oleh telinga, mata, dan kulit bayi.
Di tahun-tahun pertama kehidupannya di dunia, dari tiga pengelompokkan gaya belajar, biasanya anak-anak memberikan satu gaya belajar yang lebih menonjol dari dua gaya belajar yang lain dan tergantung dari kepekaan gaya belajar mereka. Ketiga kelompok itu adalah, Pendengar, Pengamat, dan Penggerak.

1. Pendengar

Anak-anak yang termasuk jenis ini memperlihatkan ketertarikan yang lebih pada suara-suara dan kata-kata. Kemampuan mereka dalam berbicara lebih cepat dan juga cepat mengenal kata-kata baru serta senang bila dibacakan cerita-cerita.

2. Pengamat

Anak-anak yang termasuk jenis ini tertarik dengan warna, bentuk, dan gambar-gambar hidup. Koordinasi mata-tangan mereka sangat baik dan sebagai anak-anak mereka senang bermain dengan balok-balok dan puzzle yang sederhana.

3. Penggerak

Anak-anak yang termasuk jenis ini senang dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan gerakan tubuh seperti merangkak, berjalan, dan biasanya kemampuan mereka berjalan lebih cepat. Mereka terkoordinasi dan yakin dengan tubuh mereka. Mereka senang digendong, diayun-ayun, dan selalu mencari kontak fisik.

Gaya belajar ini dapat diamati sejak dini karena merupakan bawaan lahir dan sifat yang diturunkan oleh orang tuanya. Selain sebagai gaya yang diturunkan oleh orang tuanya, kadang-kadang gaya belajar anak juga cenderung mendekati gaya sanak keluarga seperti om, tante, atau kakek dan neneknya. Pada usia yang lebih besar, Anda dapat memperlihatkan penguasaan mereka di bidang mana yang lebih menonjol, misalnya anak Anda lebih menonjol di bidang matematika daripada bahasa.

USIA SEKOLAH

Anak-anak yang termasuk tipe pendengar biasanya juga senang berbicara baik di dalam kelas atau di mana saja dia berada. Dia senang membaca dengan suara keras dan kemampuannya membaca biasanya berada dua tingkat di atas rata-rata temannya. Dia pun sering berbicara sendiri bila sedang melakukan sesuatu hal. Selain itu, hobinya adalah mendengarkan radio ataupun pemutar CD yang selalu dibawanya ke mana pun dia pergi.

Sementara anak usia sekolah tipe pengamat biasanya berpembawaan tenang dan bahkan walaupun dia tahu jawabannya, dia jarang menjawab dengan spontan. Hobinya selain bermain komputer juga senang mengumpulkan benda tertentu. Matematikanya biasanya mendekati sempurna dan tulisannya rapi.

Sedangkan anak yang termasuk tipe penggerak biasanya mengeluarkan kata-kata yang kurang rapi. ia suka bersosialisasi, terkoordinasi dengan baik, dan tipe kompetitor yang alami. Ia juga senang bermain di tempat terbuka. Di dalam kelas, dia akan merasa gerakannya terbatas.

MASALAH

Jika anak tidak mendapatkan bimbingan dan dukungan dari orang tuanya, seiring dengan perjalanan waktu ia cenderung terpaku pada satu gaya belajar. Bila hal ini terjadi, dari sejak kelas satu sekolah dasar, anak yang termasuk tipe pengamat kemungkinan akan mengalami kesulitan menguasai bidang yang berhubungan dengan suara, tipe pendengar akan mengalami kesulitan dalam bidang matematika, dan tipe penggerak akan sulit duduk tenang di dalam kelas.

Gaya belajar yang ekstrem dapat menghasilkan ketidakmampuan belajar. Beri dukungan pada anak Anda sedini mungkin untuk dapat menguasai ketiga gaya belajar dengan porsi yang sama dari lingkungan di mana ia berada. Dengan cara memaksimalkan kemampuan belajarnya, kesulitan atau masalah yang mungkin akan dihadapi anak dapat dicegah.

Rabu, 09 Januari 2008

Mitos beLajaR MaTemaTikA

Lima Mitos Belajar Matematika

BANYAK mitos
menyesatkan mengenai matematika. Mitos-mitos salah ini memberi andil
besar dalam membuat sebagian masyarakat merasa alergi bahkan tidak
menyukai matematika.
akibatnya,
mayoritas siswa kita mendapat nilai buruk untuk bidang studi ini, bukan
lantaran tidak mampu, melainkan karena sejak awal sudah merasa alergi
dan takut sehingga tidak pernah atau malas untuk mempelajari
matematika. Meski banyak, namun ada lima mitos sesat yang sudah
mengakar dan menciptakan persepsi negatif terhadap matematika.

  • Mitos pertama,

matematika adalah ilmu yang sangat sukar sehingga hanya sedikit orang
yang atau siswa dengan IQ minimal tertentu yang mampu memahaminya. Ini
jelas menyesatkan. Meski bukan ilmu yang termudah, matematika
sebenarnya merupakan ilmu yang relatif mudah jika dibandingkan dengan
ilmu lainnya. Sebagai contoh, amati perbandingan soal untuk siswa kelas
6 sebuah SD swasta berikut ini. Soal pertama, “Sebutkan 3 tarian khas
daerah Kalimantan Tengah.” Soal kedua, “ Sebuah lingkaran dibagi
menjadi tiga buah juring dengan perbandingan masing-masing sudut
pusatnya adalah 2 : 3 : 4, maka hitung besar masing-masing sudut pusat
juring-juring tersebut“ .Ternyata, persentase siswa yang
menjawab benar soal kedua lebih besar dibandingkan persentase siswa
yang menjawab benar soal pertama. Tanpa ingin mengundang perdebatan,
contoh di atas menunjukkan, bahwa matematika bukanlah ilmu yang sangat
sukar. Soal matematika terasa sulit bagi siswa-siswa kita karena mereka
tidak memahami konsep bilangan dan konsep ukuran secara benar semasa di
sekolah dasar. Jika konsep bilangan dan ukuran dikuasai, maka pekerjaan
menganalisis dan menghitung menjadi hal yang mudah dan menyenangkan.

  • Mitos kedua,

matematika adalah ilmu hafalan dari sekian banyak rumus. Mitos ini
membuat siswa malas mempelajari matematika dan akhirnya tidak mengerti
apa-apa tentang matematika. Padahal, sejatinya matematika bukanlah ilmu
menghafal rumus, karena tanpa memahami konsep, rumus yang sudah dihafal
tidak akan bermanfaat. Sebagai contoh, ada soal berikut, “Benny merakit
sebuah mesin 6 jam lebih lama daripada Ahmad. Jika bersama-sama mereka
dapat merakit sebuah mesin dalam waktu 4 jam, berapa lama waktu yang
diperlukan oleh Ahmad untuk merakit sebuah mesin sendirian ?”.Seorang
yang hafal rumus persamaan kuadrat tidak akan mampu menjawab soal
tersebut apabila tidak mampu memodelkan soal tersebut ke dalam bentuk
persamaan kuadrat. Sesungguhnya, hanya sedikit rumus matematika yang
perlu (tapi tidak harus) dihapal, sedangkan sebagian besar rumus lain
tidak perlu dihafal, melainkan cukup dimengerti konsepnya. Salah satu
contoh, jika siswa mengerti konsep anatomi bentuk irisan kerucut, maka
lebih dari 90 persen rumus-rumus irisan kerucut tidak perlu dihafal.

  • Mitos ketiga,

matematika selalu berhubungan dengan kecepatan menghitung. Memang,
berhitung adalah bagian tak terpisahkan dari matematika, terutamapada
tingkat SD. Tetapi, kemampuan menghitung secara cepat bukanlah hal
terpenting dalam matematika. Yang terpenting adalah pemahaman konsep.
Melalui pemahaman konsep, kita akan mampu melakukan analisis
(penalaran) terhadap permasalahan (soal) untuk kemudian
mentransformasikan ke dalam model dan bentuk persamaan matematika. Jika
permasalahan (soal) sudah tersaji dalam bentuk persamaan matematika,
baru kemampuan menghitung diperlukan. Itu pun bukan sebagai sesuatu
yang mutlak, sebab pada saat ini telah banyak beredar alat bantu
menghitung seperti kalkulator dan komputer. Jadi, mitos yang lebih
tepat adalah matematika selalu berhubungan dengan pemahaman dan
penalaran.

  • Mitos keempat,

matematika adalah ilmu abstrak dan tidak berhubungan dengan realita.
Mitos ini jelas-jelas salah kaprah, sebab fakta menunjukkan bahwa
matematika sangat realistis. Dalam arti, matematika merupakan bentuk
analogi dari realita sehari-hari. Contoh paling sederhana adalah solusi
dari Leonhard Euler, matematikawan Prancis, terhadap masalah Jembatan
Konisberg. Selain itu, hampir di semua sektor, teknologi, ekonomi dan
bahkan sosial, matematika berperan secara signifikan. Robot cerdas yang
mampu berpikir berisikan program yang disebut sistem pakar (expert
system) yang didasarkan kepada konsep Fuzzy Matematika. Hitungan
aerodinamis pesawat terbang dan konsep GPS juga dilandaskan kepada
konsep model matematika, goneometri, dan kalkulus. Hampir semua
teori-teori ekonomi dan perbankan modern diciptakan melalui matematika.
Sedangkan mitos kelima menyebutkan,
matematika adalah ilmu yang membosankan, kaku, dan tidak rekreatif.
Anggapan ini jelas keliru. Meski jawaban (solusi) matematika terasa
eksak lantaran solusinya tunggal, tidak berarti matematika kaku dan
membosankan. Walau jawaban (solusi) hanya satu (tunggal), cara atau
metode menyelesaikan soal matematika sebenarnya boleh
bermacam-macam.Sebagai contoh, untuk mencari solusi dari dua buah
persamaan, dapat digunakan tiga cara yaitu, metode subtitusi,
eliminasi, dan grafik. Contoh lain, untuk membuktikan kebenaran teorema
Phytagoras, dapat dipergunakan banyak cara. Bahkan menurut pakar
matematika, Bana G. Kartasasmita, hingga saat ini sudah ada 17 cara
untuk membuktikan teorema Phytagoras. Solusi matematika yang bersifat
tunggal menimbulkan kenyamanan karena tegas dan pasti.
Selain tidak membosankan, matematika juga rekreatif dan menyenangkan. Albert
Einstein, tokoh fisika terbesar abad ke-20, menyatakan bahwa matematika
adalah senjata utama dirinya dalam merumuskan konsep relativitasnya
yang sangat terkenal tersebut. Menurut Einstein, dia menyukai
matematika ketika pamannya menjelaskan bahwa prosedur kerja matematika
mirip dengan cara kerja detektif, sebuah lakon yang sangat disukainya
sejak kecil.
Memang cara kerja matematika mirip sebuah games. Mula-mula kita harus
mengidentifikasi variabel-variabel atau parameter-parameter yang ada
melalui atributnya masing-masing. Setelah itu, laksanakan operasi di
antara variabel dan parameter tersebut. Yang paling menyenangkan, dalam
melakukan operasi kita dibebaskan melakukan manipulasi (trik) semau
kita agar sampai kepada solusi yang diharapkan. Kebebasan melakukan
manipulasi dalam operasi matematika inilah yang menantang dan
mengundang keasyikan tersendiri, bak sedang dalam permainan atau
petualangan. Karena itu, tidak mengherankan jika terkadang kita
menjumpai siswa yang asyik menyendiri dengan soal-soal matematikanya.
Selain itu, secara intrinsik matematika juga memiliki angka berupa bilangan
bulat yang mengandung misteri yang sangat mengasyikkan. Misalnya Anda
melakukan operasi perkalian maupun pertambahan terhadap dua bilangan
tertentu, maka terkadang akan muncul bilangan yang memiliki bentuk
simetri tertentu. Contoh lain, Anda dapat menunjukkan kemahiran menebak
dengan tepat angka tertentu yang telah mengalami beberapa operasi. Bagi
yang belum memahami matematika, kemampuan Anda menebak angka dianggap
sihir, padahal itu merupakan operasi.
Matematika adalah ilmu yang mudah dan menyenangkan. Karena itu, siapa pun mampu
mempelajarinya dengan baik. Untuk itu, tugas utama kita adalah
merobohkan mitos-mitos sesat di sekeliling matematika

beLajaR jaRiMaTika

METODE berhitung cukup bervariasi saat ini. Salah satunya adalah metode jarimatika. Metode ini merupakan cara berhitung dengan menggunakan jari-jari. Bagaimana cara berhitung ini sebenarnya? Berikut wawancara Wartawan Harian Fajar, Syaikhan Azzuhri Rumra dengan penemu metode jarimatika, Septi Peni Wulandani yang juga Direktur PT Jarimatika Indonesia, di Restoran Surya, Senin 5 Maret lalu. Bagaimana kabar Anda? Alhamdulillah baik-baik dan Insya Allah sukses selalu seperti Anda.

Masyarakat saat ini sangat ingin mengetahui apa itu jarimatika dan bagaimana modelnya. Bisa Anda jelaskan apa sebenarnya metode itu? Jarimatika adalah metode dasar yang membantu anak-anak berhitung dasar, tambah, kurang, kali dan bagi. Jadi ini hanya mengunakan jari tangan, baik kanan maupun kiri, untuk penambahan maupun pengurangan, perkalian dan pembagian. Ini hanya basic bagi anak-anak untuk menguasai berhitung. Nantinya setelah mereka lulus jarimatika, akan masuk fun mathematic.

Bisa dijelaskan apa itu fun mathematic? Fun matematik itu menyenangkan. Jadi matematika itu akan lebih menyenangkan, menjadikan anak-anak mudah dalam berhitung. Jadi kita buat level yang sederhana, dalam satu level dibentuk tiga bulan, dan level lainnya yang punya basic matematika kuat, maka akan dimasukkan ke fun mathematic.

Cara berhitungnya bagaimana? Di jarimatika dikenal jari tangan kanan itu untuk hitungan satuan dan jari kiri untuk puluhan. Jari telunjuk satu, seterusnya dua, tiga dan empat, kemudian jempol lima. Kemudian enam (Septi mencontohkan jempol dan telunjuk dibuka, jari lain ditutup), seterusnya tujuh, delapan, sembilan. (angka tujuh itu, dibuka jari jempol, jari telunjuk dan jari tengah, hitungan seterusnya jari manis dan kelingking juga dibuka untuk angka delapan dan sembilan). Jari kiri, telunjuk sepuluh, seterusnya 20, 30, 40, jempol 50, 60, 70, 80 dan 90 (ia mencontohkan membuka dan tutup jari berdasarkan contoh di atas).

Anak-anak nanti mulai berhitung dari tambah itu dibuka, kurang ditutup. Dengan demikian, mereka akan memahami tambah dua buka, tambah dua buka, tambah lima buka, kurang empat tutup, maka hasilnya lima.

Pertama kali metode ini dipakai guru-guru tuna netra. Mereka merasa terbantu setelah menemukan jarimatika ini. Dan pernah di Bandung dijadikan tesis S2 pengajar tuna netra.

Mana sebenarnya yang bagus antara berhitung sempoa dan jarimatika? Jarimatika dan sempoa sama-sama bagus. Tidak ada yang jelek. Kalau jarimatika alatnya menggunakan jari, sempoa harus menggunakan alat. Sempoa itu berhitung dengan membayangkan alat, kalau di jarimatika tidak membayangkan, karena tidak ingin membebani memori otak.

Jari itukan bergerak terus, motoriknya terbantu dan hasilnya sudah bisa diketahui.
Perbedaan lebih mendasar lagi, kita melakukan pelatihan untuk ibu-ibu. Kalau tempat lain kan ada yang takut ilmunya diambil. Kalau di Jarimatika, fokus pertama adalah ibu-ibu dididik. Nanti setelah terdidik, perkara dia akan masukkan anaknya ke tempat kursus atau tidak, itu terserah dia.
Kita kan mengharapkan siapa tahu ibunya bisa berusaha dan membuka tempat semacam ini di kotanya.

Kelebihan jarimatika secara spesifik bagi anak-anak seperti apa? Kalau anak-anak berhitung dengan menggunakan alat, nanti ada ketergantungan dengan alat. Kalau jari, dia tidak terbebankan dengan alat, sehingga saat ulangan dia tidak tersiksa karena alat.

Karena sampai ke taraf membayangkan itu juga butuh proses. Tapi di Jarimatika, cukup dia mengetahui metode dasar. Sampai disitu hanya butuh satu bulan atau dua bulan dia sudah bisa menggunakannya. Jelas itu akan membantu pelajaran di sekolahnya. Apalagi ini kita hubungkan dengan pelajaran di sekolahnya. Kan suatu metode kalau dipelajari dan tidak dihubungkan dengan pelajaran sekolah maka akan gugur dengan sendirinya.

Apakah pernah ditawarkan kepada pemerintah agar jarimatika dijadikan kurikulum sekolah? Pernah kita tawarkan untuk dijadikan kurikulum sekolah. Tapi belum direspons. Maklum karena semakin banyak metode pada pendidikan kita di Indonesia. Walau demikian, ada juga yang mengambilnya sebagai ekstra kokurikuler. Sehingga saya bilang, hanya orang kaya yang bisa memilih.

Metode berhitung jarimatika katanya diajarkan dengan cara bermain ya? Motto kita mudah dan menyenangkan. Berarti dibuat semudah mungkin dan menyenangkan. Untuk dapat senang itu, anak-anak butuh bermain. Sama halnya jarimatika, lebih banyak belajar dengan cara bermain. Dengan demikian anak-anak lebih fresh.

Usia ideal untuk mempelajari jarimatika berapa tahun? Usia idealnya tiga hingga 12 tahun. Paling mantap lagi kalau sudah masuk usia TK (taman kanak-kanak).

Butuh berapa lama untuk belajar jarimatika kalau ingin mahir? Secara serius, basic training dua hari, pemantapan satu bulan. Setelah itu ada ujian. Jadi satu bulan saja sudah bisa mahir. Ada juga sistem reguler seminggu sekali sampai bisa. Di Makassar ada cabang, yang juga mengadakan program-program itu, termasuk program untuk ibu-ibu.

Apa jarimatika sudah cukup dikenal masyarakat? Saat ini jarimatika sudah ditanggap secara keseluruhan. Sebab respek masyarakat luar biasa, ketika metode ini muncul. Bahkan kita dapat Danamon Award sebagai program pemberdayaan masyarakat.

Apa manfaat belajar jarimatika? Manfaat jarimatika, memberikan dasar matematika yang menyenangkan. Kalau kenalan pertama kali enak, maka selanjutnya enak. Kedua konsep dasar mengajarkan anak tentang konsep dasar matematika atau aritmatika dengan mudah. Sehingga ke depan anak-anak akan senang. Ketiga memberikan peluang kepada ibu-ibunya untuk berusaha tanpa meninggalkan anak-anaknya.

Dari mana sebenarnya inspirasi awal membuat metode berhitung jarimatika ini? Inspirasi awal saya temukan karena melihat anak-anak saya di usia dua tahun kebingungan berhitung. Setelah saya coba satu persatu metode yang berkembang, ternyata belum cocok juga. Setelah itu saya cari apa yang mereka senangi. Ternyata mereka senang dengan jari-jarinya. Di situ saya berpikir kenapa tidak kita kembangkan saja cara berhitung dengan jari.

Sejak itu saya mulai berpikir konsep berhitung dengan jari-jari. Alhamdulillah kita temukan. Tapi hanya angka satuan dan puluhan, bagaimana dengan angka ratusan? Di situlah kita temukan dengan menggunakan biku-biku jari.

Tahun berapa Anda menemukan inspirasi itu? Jarimatika itu ditemukan tahun 2000. Dari 2000 sampai 2003 kita coba dalam labolatorium keluarga bersama anak-anak. Setelah berhasil barulah saya publish lewat buku, beberapa penerbit tertarik dan mencetaknya. Setelah itu barulah dilakukan pelatihan-pelatihan seperti ini (basic training dan seminar praktis jarimatika).

Berapa banyak cabang yang sudah Anda miliki? Cabang sudah ada di semua kota di Indonesia, kemudian semua cabang berhak mengembangkan unit di kotanya masing-masing.

Perkembangannya cukup pesat ya? Ya, memang cukup besar, setelah ada bantuan media massa, baik cetak maupun elektronik. Kalau televisi satu kali menayakan, sangat cepat sekali direspons masyarakat.

Apa sebenarnya tujuan PT Jarimatika Indonesia ini? Tujuannya membuat ibu-ibu pintar. Kalau ibu-ibu pintar, dia bisa mengajari anaknya dengan hanya memakai jari. Apalagi buku panduan mempelajari jarimatika ini sudah banyak dijual. Dengan demikian, ada kedekatan antara ibu dan anak. Bisa menimbulkan kedekatan emosional sehingga tidak tergantung pada sekolah.

Apa saran Anda bagi masyarakat? Saya sarankan ibu-ibu belajar jarimatika secara mendalam. Setelah belajar, ibu-ibu bisa lebih awal mengajarkan anaknya sampai mahir, kemudian meningkat dengan mengajarkan anak orang lain, hingga buka usaha dengan jarimatika.

koMponEn beLajaR mAteMatikA

salah satu alternatif bagaimana kita sebagai seorang guru bisa memberikan metode termudah didalam memberikan ilmu matematika kepada anak didik kita. salah satu diantaranya yang dikemukakan dalam buku teori belajar dikatakan bahwa ada tiga komponen dalam belajar khususnya matematika
1. persiapan
2. latihan
3. pengulangan
untuk persiapan sudah jelas bahwa untuk memudahkan memahami konsep matematika harus ada opersiapan antara murit sama guru. dengan persiapan itulah maka tata bahasa yang dituturkan oleh guru kepada muritnya bisa ditanngkap secara menyeluruh asalkan dari siswa juga ada persiapan untuk menerima materi yan g diberikan oleh guru.

mEngajaR maTematiKa yan9 beNaR

Bagaimana Mengajar Matematika yang Benar

Pernahkah Anda sebagai pengajar merasa kesulitan mengajar matematika kepada anak didik? Mungkin Anda yakin sudah mengajarkan matematika kepada anak didik dengan benar, tetapi mengapa nilai mereka tidak mencapai target Anda? Anda tidak sendirian dalam hal ini, banyak orang tua juga merasakan hal yang sama.

“Matematika itu susah” merupakan pernyataan klasik. Bisa jadi sebagian besar anak didik Anda membenarkan kalimat tersebut. Apalagi mereka yang tidak menyukai matematika pasti beranggapan bahwa ilmu pasti ini rumit, njelimet, membingungkan, dan bikin pusing saja. Akhirnya mereka pun jadi malas belajar matematika.

Satu hal yang harus Anda pahami dan sadari, tidak semua siswa mempunyai tingkat intelektual tinggi. Kemampuan setiap siswa menangkap materi pelajaran yang disampaikan berbeda-beda. “Setiap anak memiliki daya nalar yang berbeda. Respon mereka terhadap materi yang disampaikan guru ada yang cepat dan ada pula yang lambat. Memaksa dan memarahi anak didik tidak akan membuahkan hasil seperti harapan Anda,” demikian penuturan Guru Besar Psikologi dan pengamat pendidikan Universitas Diponegoro dalam Suplemen Pendidikan Media Indonesia (3 Mei 2002). Khusus untuk mata pelajaran matematika, jangan menyuruh anak menghafal rumus. Hal ini juga ditegaskan Seto Mulyadi, ahli psikologi anak. Seperti dikutip dari majalah Bobo, 18 Juni 2001, menurutnya, matematika merupakan ilmu pasti yang menuntut pemahaman dan ketekunan berlatih. Menghafal rumus dan cara mengerjakan soal bukan langkah tepat membuat anak cakap dalam ilmu ini. Pendidik seharusnya memiliki metode mengajar yang menggugah minat siswanya.

Seorang guru matematika kelas 6 SDK 2 Penabur Jakarta, Hennyriawati ( Kompas, 3 Oktober 2004) memiliki cara mengajar yang dapat dicontoh. Dia selalu memberi contoh manfaat belajar matematika kepada anak didiknya yang malas belajar matematika. “Saya selalu menyadarkan mereka akan manfaat dan nilai penting belajar matematika. Tips belajar matematika juga saya berikan agar mereka melakukannya,” tutur Henny.

Tanamkan pada anak didik, dengan belajar matematika kita akan tahu dan bisa mengukur berapa jauh jalan balik menuju tempat semula sehingga tidak tersesat. Kita juga bisa mengatur uang saku yang harus dikeluarkan dan berapa rupiah sisanya yang bisa ditabung. Dalam matematika seringkali terdapat banyak soal cerita. Ketika mengerjakan soal cerita, kita dituntut mengaitkan beberapa hal sehingga dapat membuat logika kita berjalan.

Beberapa tips berikut ini dapat diterapkan oleh guru untuk mempelajari matematika.

• Sebagai pendidik berusahalah supaya cara mengajar Anda menarik bagi para siswa sehingga mereka menyukai Anda. Cobalah untuk sabar dan telaten menuntun mereka belajar. Selingi jam mengajar Anda dengan dongeng dan lelucon.

• Jangan memaksa anak menghafal rumus matematika. Ajaklah mereka memahami teori dan langkah-langkah pengerjaan soal dengan memberi contoh yang dekat dengan dunia anak-anak.

• Cobalah membuat sketsa untuk mempermudah siswa memahami soal cerita. Khusus untuk geometri (pelajaran ruang bangun), ajaklah siswa membuat alat peraga bersama.

• Cobalah Anda membuat bank soal dari soal-soal sulit yang ditemukan dari sumber mana pun. Anda dan semua siswa mencoba menyelesaikan semua soal itu bersama-sama. Bisa juga dibentuk kelompok belajar. Setiap kelompok harus ada 1 dan 2 anak yang pandai matematika supaya bisa membantu teman-temannya. Tentu saja Anda tetap memberi petunjuk penting.

Rabu, 05 Desember 2007