Minggu, 20 Januari 2008

BeLajaR maTeMatikA di BuLaN rAmadHaN

MATEMATIKA. Berbicara tentang matematika, tepatnya pendidikan matematika, membuat gregetan. Betapa tidak. Capaian prestasi pendidikan matematika —SD-SMTA— sungguh tak elok. Selidik punya selidik, … nya banyak yang payah atau parah. Buktinya? Capaian pengajaran matematika anjlok.

Bak menakar ‘benci’ ketika, misalnya, berbagai keluhan matematika jeblok, tidak ada usaha serius signifikan yang dilakukan lembaga terkait mana pun. Tiap tahun anjlok, ditanggapi biazza-biazza sazzza. Coba selidiki formula apa yang dilahirkan pengajarnya (guru), juga dari LPTK, atau matematikan. Muaranya satu: keluhan dan pengeluhan.

Banyak pelajar bingung di sekolah, bertanya pada orang tua, tidak paham. Jadilah pendidikan matematika bak pembingungan massal. Berjalan sebagaimana biasanya dan yang benar-benar paham barangkali segelintir ‘warga matematika’.

Lebih celaka, mudah-mudahan tidak, karena diujikan pada UN, e … hasilnya bagus-bagus? Konon, ada yang menenggarai sukses besar pelajaran matematika di UN justru karena guru ikut menjawab soal untuk siswa. Kalau yang belakangan saya tidak usah membahasnya, itu pekerjaaan setan. Ih … mana tahu … siapa saja yang menjawabkan soal-soal UN untuk siswa, apakah Matematika, Bahasa Ingris, atau Bahasa Indonesia, adalah orang pertama masuk neraka. Menitipkan perilaku curang, koupsi, dalam dunia pendidikan. Dosa ‘besar’ yang sulit diampuni Allah SWT. Semoga kita terhindar dari hal-hal sedemikian (hayo … lagu siapa?).

Akan halnya saya, pendidikan formal tidak bertautan dengan matematika secara lengket. Saya sekolah di PGAN kemudian masuk IKIP. Karena satu kebutuhan belajar setelah sarjana muda. Saya beli buku Matematika jilid IX mulai dari diagram Venn. Menurut saya asyik belajar matematika.

Ketika kuliah S2 baru belajar agak serius untuk berbagai keperluan. Lalu, mengajar mata kuliah Logika dan Metode Peneltian di PT yang ada bau-bau matematikanya. Ketika aktif berselancar di dunia maya, menemukan web yang membahas matematika dengan cara ‘jalan yang benar’ lebih giat baca-baca. Selama ini, apakah Doktor Matematika yang bicara, tidak membuat tertarik. Terlalu ‘ilmiah’ keterangannya. Semakin sulit dimengerti semakin ilmiah kali ya … he … he …

Hal lain yang juga memicu, ketika anak saya kelas 5 SD dia mencapai juara 3 tingkat provinsi (IPA). Saya semakin kepincut. Apalagi ketika pakar matematika Islam Fahmi Idris dari UIN Jakarta menghadiahkan kepada seorang kawan sekeping CD Flying Book. Wuaw apa saja, terutama kekuasaan Allah dan ciptaannya, bacaan sholat dan pola amalan, disajikan dengan angka-angka yang saling bertautan. Matematika itu menarik tergantung siapa yang menyajikan.

Perhatikan kutipan sampul belakang buku Matematikan untuk Kelas IV SD/MI berikut: Kamu mempunyai 5 kelereng dalam kantong. Kamu membagikan kelereng tersebut kepada 5 orang. Setiap orang mendapat sebuah kelereng. Bagaimana caramu membagi sehingga masih ada satu kelereng di dalam kantong? Mungkinkah?

Pertanyaan kedua: Seorang ibu mempunyai 5 orang anak. Setengah dari jumlah anak adalah laki-laki. Mungkinkah?

Jawabannya gampang (dan terkesan konyol): Sediakan 5 kelereng dalam satu kantong. Ajaklah 5 temanmu. Mintalah 4 temanmu mengambil masing-masing sebutir sebutir kelereng. Sekarang di dalam kantong masih ada 1 kelereng. Berikan kantong yang berisi 1 kelereng tersebut kepada temanmu yang ke-5. Mudah, kan?

Jawaban pertanyaan kedua: Mudah sekali, karena anak ibu tersebut laki-laki semua. Kalau semua anak itu laki-laki, mau setengahnya, sepertiganya, atau seeperempatnya, tetap saja laki-laki. Ya, kan?

Pernah dengar nama Shri Dattathreya Ramachandra Kaprekar? Itu tu matematikan dari negeri Syahruk Khan yang berjaya dengan Operasi Kaprekarnya. Coba: pilihlah suatu digit empat bilangan yang terdiri atas beberapa angka berbeda. Misal seorang siswa lahir tahun 1996. Urutkan angka tersebut dari yang terbesar sampai terkecil, 9.961.

Sebaliknya, 1.699. Kurangi bilangan kedua terhadap pertama sehingga diperoleh angka 9.961-1.699 = 8.262. Hasil pengurang diperlakukan sama seperti bilangan sebelumnya sehingga didapat perhitungan:

9.961 - 1.699 = 8.262
8.622 - 2.268 = 6.354
6.543 - 3.456 = 3.087
8.730 - 0.378 = 8.353
8.532 - 2.358 = 6.174
7.641 - 1.467 = 6.174

Setelah didapat bilangan 6.174 maka hasilnya selalu 6.174. Itulah matematika, sebuah ilmu yang penuh misteri dan keajaiban. Anehnya lagi, hasil penggurangan itu jika angka-angkanya dijumlahkan hasilnya selalu 9. Mari kita lihat:

8.262 — 8+2+6+2 = 18 — 1+8=9
6.354 — 6+3+5+4 = 18 — 1+8=9

Bagaimana ekplanasinya, mana saya tahu. Itu terserahlah pada guru-guru matematika internet saya yang menyebarkan visrusnya sehingga tertarik belajar. Minimal, tidak malu lagi kalau anak-anak bertanya dan mampu menjawab berbagai hal.

Yoha, matematika itu sungguh menarik. Kenapa jadi momok? Ada pepatah: The man behind the gun. Yah, kalau hal sangat menarik dan menyenangkan menjadi momok manakala diajarkan, siapa yang salah?

Tidak ada komentar: